Senin, 19 Januari 2009

Cindelaras Tumangkar: Mengajak Rakyat Cerdas Finansial

Credit Union Cindelaras Tumangkar (CU-CT) merupakan sebuah lembaga keuangan alternatif yang berdiri di Yogyakarta pada bulan Juni 2006. Keberadaan lembaga ini diawali dari keprihatinan akan banyaknya kelompok simpan-pinjam di Lo-Rejo, sebuah kampung yang terletak di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kelompok-kelompok simpan-pinjam yang sebagian besar diwadahi oleh pertemuan rutin warga ini, ternyata bukannya menyelesaikan kesulitan ekonomi mereka. Banyak warga yang justru terjerat dalam perilaku konsumtif dan akhirnya menjadikan mereka terbiasa dengan perilaku ’’gali lubang tutup lubang.’’

Pada awal berdiri, lembaga keuangan ini hanya beranggotakan 60 orang yang kesemuanya adalah warga Lo-Rejo. Dengan modal awal sebesar 16 juta rupiah yang berasal dari keuntungan penyelenggaraan acara berskala nasional ’’Gerakan Indonesia Baru’’ yang dilangsungkan di kampung tersebut, CU-CT mulai beroperasi.

Menurut Manajer CU-CT, Sudarwanto, awalnya pengelola mengalami kesulitan menyosialisasikan keberadaan lembaga ini karena namanya yang belum akrab di telinga masyarakat kita. Istilah ’kredit’ sering disalahartikan sebagai kegiatan: ’’meminjam dan kemudian mengembalikannya dengan cara mengangsur.’’ Ketidakpahaman masyarakat terhadap istilah tersebut menyebabkan banyak orang datang ke CU-CT dengan maksud meminjam uang. Padahal istilah ’credit’ yang dimaksud di sini berarti ’kepercayaan’.

Seperti halnya koperasi, layanan CU-CT hanya dapat diakses oleh anggota yang telah memenuhi persyaratan dengan menyetorkan uang pangkal, simpanan pokok, simpanan wajib, dan persyaratan administrasi lain yang ditentukan. Setelah melengkapi berbagai persyaratan ini, calon anggota juga diwajibkan mengikuti pendidikan sebanyak dua kali.

Ekonomi Kerakyatan
Pendidikan ini bertujuan untuk membangun pola pikir anggota mengenai pengelolaan keuangan yang berperspektif kerakyatan. Dengan mengikuti dua kali pendidikan diharapkan anggota akan memiliki kesadaran bahwa kemiskinan yang terjadi di negeri kita tidak terjadi begitu saja. Buruknya kondisi kesejahteraan rakyat merupakan akibat dari pengelolaan negara beserta kekayaannya yang lebih berorientasi pasar.

Dengan semangat ekonomi kerakyatan itulah CU-CT bercita-cita menjadikan masyarakat cerdas secara finansial. Itulah mengapa nama credit union yang dipilih dan bukan koperasi, karena credit union memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar koperasi. Selain menerapkan sistem keanggotaan selayaknya koperasi, credit union juga memberi layanan tabungan serupa bank, dan bahkan fungsi asuransi. Dua hal ini yang tidak ada dalam koperasi.

Kelebihannya dibandingkan lembaga-lembaga keuangan lain inilah yang menjadi daya tarik CU-CT. Selama lebih dua tahun berdiri, tercatat ada 1.300 anggota CU-CT dengan dana yang terkumpul sebesar Rp 1,6 miliar. Dana tersebut terkumpul melalui empat macam produk yang ditawarkan CU-CT, yaitu Sikendi (tabungan harian), Siwaris (simpanan hari tua/asuransi), Simpanan Pendidikan, dan Simpanan Ibadah. Sejauh ini Siwaris yang paling banyak diminati dengan total dana yang terkumpul untuk satu produk itu sebesar Rp 700 juta.

Sementara dana yang beredar di anggota saat ini mencapai Rp 2,6 miliar dengan peminjam sebanyak 525 orang. Pinjaman ini sebagian besar digunakan oleh anggota untuk mengembangkan usaha. Sebagai sebuah lembaga keuangan yang bercita-cita mencerdaskan rakyat secara fnansial, CU-CT tidak mensyaratkan agunan kredit dalam bentuk sertipikat atau surat berharga lainnya. Jaminan kredit yang dapat digunakan oleh anggota adalah jumlah tabungan mereka sendiri di CU-CT. Dengan demikian anggota tidak hanya berpikir soal meminjam uang saja, melainkan juga harus berpikir tentang menabung.

Perlu Pendampingan
CU-CT meyakini benar bahwa yang dapat mengubah kondisi seseorang hanyalah orang yang bersangkutan. Namun kondisi riil masyarakat sekarang tidaklah demikian. Banyak orang berpikir bahwa pemerintah harus membantu mereka keluar dari kondisi tidak sejahtera dengan cara memberikan bantuan. Dalam kenyataannya serangkaian program pemerintah dengan nama ’bantuan’ tersebut justru merusak tatanan sosial.

Inilah yang ingin dikikis oleh CU-CT melalui serangkaian aktivitasnya. Tentu bukan hal gampang karena masyarakat terlanjur nyaman dengan kondisi sekarang, dimana berbagai bantuan dapat dengan mudah mereka dapatkan. Hal yang sering kali masyarakat lupakan adalah tidak adanya proyek bantuan yang nyata-nyata mampu mengentaskan mereka dari kemiskinan. Dengan keyakinan inilah CU-CT berjuang mewujudkan sebuah masyarakat yang sejahtera dan mandiri secara ekonomi.

Menyadari bahwa CU-CT bukan sekedar lembaga keuangan, Sudarwanto bertutur bahwa idealnya lembaga seperti ini memiliki divisi pendampingan yang bertugas mendampingi anggota dalam mengelola uang pinjaman sehingga sesuai dengan cita-cita organisasi. Namun karena keterbatasan, hingga saat ini aktivitas itu belum dapat dilakukan.
Sebagai alat ukur perkembangan kesejahteraan dan peningkatan kesadaran anggota, Sudarwanto memiliki indikator sederhana. Dalam hal peningkatan kesejahteraan anggota, sejauh ini yang digunakan sebagai alat ukur adalah meningkatkan jumlah setoran tabungan. Sedangkan sisi peningkatakan kesadaran, dapat dilihat dari meningkatnya anggota yang memilih meminjam uang dan bukan mengambil tabungan, walaupun jumlah tabungan mereka sebenarnya dapat mencukupi kebutuhan.

Dibatasi
Selain menjadi lembaga keuangan dengan berbagai layanan tadi, CU-CT juga mendapat kepercayaan untuk menyalurkan bantuan dari pihak luar kepada komunitas di Lo-Rejo. Sejauh ini yang dilakukan CU-CT adalah dengan mewujudkan dana bantuan tersebut menjadi sapi. Sapi ini pun tidak diberikan begitu saja kepada warga, melainkan “dihutangkan” dan warga harus mengangsur hutang tersebut setiap bulan. Dengan cara ini, dana bantuan yang awalnya hanya cukup untuk membeli 9 ekor sapi, saat ini telah berkembang menjadi 32 ekor.

Hal lain yang juga ditekankan oleh Sudarwanto adalah orientasi lembaga ini, yaitu pada manusianya dan bukan pada terkumpulnya dana. Itulah sebabnya akumulasi jumlah tabungan harian (Sikendhi) dibatasi maksimal 50 juta rupiah per orang. Sedang untuk produk lain, dalam sebulan maksimal hanya dapat menyetor maksimal Rp 2 juta per orang. Hal ini dilakukan agar anggota tidak begitu saja menukar asset yang mereka miliki dengan produk yang ditawarkan CU-CT karena tergiur balas jasanya yang cukup besar. Selain itu agar CU-CT tidak justru dimanfaatkan oleh orang yang memiliki banyak modal untuk mengeruk uang dari orang kecil, melalui jumlah bunga yang harus dibayarkan.[am]

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial